Senin, 17 Mei 2010

FH Unair Menuju Terbaik Di Indonesia

Unair Menggeser Kekuatan FH di Indonesia

Fakultas Hukum Universitas Airlangga semakin gemilang dalam menorehkan prestasi di kancah nasional. Ini setelah tiga mahasiswa Fakultas Hukum Unair, Aditya Rosadi, RM Armaya Mangkunegara, dan Hidayat Anshori memenangi Lomba Debat Hukum Nasional Piala Dr. Mochtar Riady di Universitas Pelita Harapan pada tanggal 11 hingga 13 April 2010 lalu dan Lomba Debat Hukum Nasional Piala Soedirman Kartohadiprodjo di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.

Ketiganya mampu mengalahkan saingan-saingan berat yang
sudah memiliki nama di kancah nasional, seperti Universitas Indonesia dan Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian, peta kekuatan Fakultas Hukum di Indonesia sudah mulai bergeser. Jika dulu Fakultas Hukum berprestasi selalu diidentikkan oleh Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada, maka kini Unair mampu menjadi kekuatan yang diperhitungkan.

Event pertama yang diikuti adalah Debat Hukum Nasional Piala Dr. Mochtar Riady di Unviersitas Pelita Harapan. Di lomba ini, tim Unair harus bersaing dengan 16 tim dari seluruh Indonesia. Keenambelas tim itu dibagi dalam dua grup untuk menjalani babak penyisihan. Tim Unair tergabung dalam grup yang terdiri dari Universitas Diponegoro, Universitas Brawijaya, Universitas Islam Negeri Jakarta, Universitas Kristen Indonesia, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Universitas Nasional Lampung, dan Universitas Pattimura Ambon.

Anshori dan teman-temannya menggambarkan, sepanjang babak penyisihan tersebut sudah bisa membuat mereka mengalami sport jantung. Babak yang berlangsung dengan sistem panel tersebut berlangsung hampir delapan jam, membahas tema yang telah ditentukan. Disebut menegangkan karena Anshori dan kawan-kawannya melihat lawan dari Universitas Diponegoro dan Universitas Brawijaya tampil dengan sempurna. Meski demikian Unair tetap berhasil menjadi juara pertama di grup tersebut, sedangkan juara kedua diraih oleh Universitas Diponegoro.

Di babak semi final, Unair harus menghadapi Universitas Indonesia. Di babak semi-final inilah tim Unair merasakan perjuangan yang paling berat, karena UI didukung nama besar mereka. Meski demikian, Anshori dan teman-temannya bertekad untuk tampil sebaik-baiknya dengan prinsip nothing to lose.

“Yang membuat kami deg-degan karena di babak semi final ini kami tidak bisa mengukur kemampuan lawan,” kata Anshori. Dengan berbekal prinsip tersebut, tim Unair mampu berkompetisi dengan lebih santai dan menunjukkan performa maksimal.

Hasilnya, tim juri pun sempat kesulitan menentukan siapa yang layak menjadi pemenang dalam semi-final tersebut, karena kedua tim dianggap sangat bagus. Bahkan, salah seorang anggota tim juri, pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin mengatakan debat antara tim Unair dan tim UI seperti debat di sidang gelar doktor. Namun akhirnya juri memutuskan tim Unair layak untuk maju ke final menghadapi Universitas Padjadjaran.

Setelah mengikuti lomba debat di UPH tersebut, Aditya dan teman-temannya juga mendapat undangan untuk mengikuti lomba debat berikutnya di Universitas Katolik Parahyangan. Karena pemberitahuan yang mendadak, Aditya dan teman-temannya mengaku kurang melakukan persiapan. Apalagi Anshori masih berada di Makasar untuk mewakili Unair dalam ajang Mawapres. Karena itu, hanya Aditya dan Armaya yang menyiapkan konsepnya, sementara Anshori akan menyusul langsung ke Bandung.

Di lomba debat piala Soedirman Kartohadiprodjo ini tim Unair kembali menghadapi UI dan Universitas Padjadjaran. Bahkan, tim Unair harus menghadapi tim UI sampai dua kali, yaitu di babak penyisihan dan babak semi final. Meski menghadapi lawan yang berat, namun tim Unair bisa membaca kelemahan tim UI dan mengkandaskan mereka. “Kami mengambil keuntungan dari tim UI yang menggunakan strategi penyempitan mosi (menggunakan obyek terbatas) dan mengulang-ulang argumen. Aibatnya mereka mendapat pengurangan poin dan menguntungkan kami,” ujar Anshori.

Sedangkan di final, ketika menghadapi Universitas Padjadjaran, Anshori mengatakan sebenarnya tim Unair dalam keadaan yang tidak menguntungkan karena mengambil posisi kontra dalam tema populis. Namun dengan strategi analisis menggunakan pendekatan filosofis, yuridis, dan empiris, Anshori dan teman-temannya berhasil menguatkan argumen mereka. Hal itulah yang menjadikan juri memberi nilai lebih bagi tim Unair.

Bagi Anshori, lomba debat hukum nasional Piala Soedirman Kartohadiprodjo ini lebih obyektif daripada lomba yang sebelumnya mereka ikuti. Itu karena semua peserta dilarang mengenakan jaket almamater dan hanya diperbolehkan mengenakan pakaian formal. Selain itu setiap tim tidak disebutkan berasal dari universitas mana, hanya mendapat nomor alfabetik. Ini untuk mengurangi subyektivitas juri yang mungkin terjadi apabila mengetahui almamaternya turut bertanding. Meski demikian, tim Unair tetap tidak luput dari pujian para juri. “Tim juri sempat berkata pada kami, baik mengenakan almamater atau tidak, Unair tetap kompeten sebagai juara,” ungkap Anshori.

Salah satu penentu kemenangan tim Unair dalam kedua lomba debat ini adalah komposisi tim yang komprehensif. Tim terdiri dari tiga orang yang memiliki latar bidang yang yang berbeda, seperti Aditya yang spesialis di bidang hukum peradilan, Armaya yang ahli di bidang hukum tata negara, dan Anshori yang kuat di bidang hukum bisnis. Meskipun demikian, Aditya mengatakan faktor penting dalam lomba debat adalah kemampuan untuk meyakinkan orang lain. Menurut Aditya, dia dan kedua temannya memiliki kemampuan tersebut sebagai hasil dari aktif di organisasi kampus. Meski demikian, mereka juga dianggap sebagai public speaker alamiah oleh tim-tim dari universitas lain.

Selain itu, Aditya dan teman-temannya juga mengakui, ilmu yang didapat selama kuliah, terutama dari mata kuliah Argumentasi Hukum, sangat membantu mereka dalam berdebat dengan dasar argumen yang kuat. Kecepatan berpikir juga menjadi modal utama, karena dalam lomba debat, harus pandai-pandai melakukan interupsi.

Anshori berharap adik-adik mereka bisa mempertahankan tradisi juara ini, bahkan melebihi mereka. Apalagi Piala Soedirman Kartohadiprodjo adalah piala bergilir. Sebisa mungkin, Anshori berharap piala ini tetap berada di tangan Unair. Bagi yang ingin mengikuti jejak mereka, Anshori menyampaikan saran untuk selalu berani bermimpi besar. “Mimpi adalah kunci. Mimpi bukan sebatas harapan saja, tapi sejatinya adalah perjuangan yang harus diwujudkan,” kata Anshori.

Sumber:http://www.unair.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan cerdas, karena komentar Anda adalah cerminan dari diri Anda. Salam Sukses

Artikel Lainya...

Sitemap